Kangen Aja

“Aku boleh saja pergi dengan keadaan yang aku harapkan. Tapi aku berharap ketika aku pergi, setidaknya aku mendapatkan banyak ilmu yang bisa kusimpan dalam otakku yang penuh dengan kanker ini. Aku harap bila kalian mampu untuk menyimpan lebih banyak dariku, lakukanlah. Karena itu adalah hal yang paling indah.”

Novel Surat Kecil untuk Tuhan, halaman 200.

Entah karena efek kalimat di atas yang saya baca beberapa hari yang lalu atau karena kemarin ada yang bertanya tentang tema  tugas akhir saya atau karena memang sudah lama saya tidak membukanya, barusan saya membuka folder “Beamforming” di laptop. Kemudian membuka salah satu file secara acak. Membaca beberapa kalimat saja, melihat-lihat gambarnya, scroll ke bawah, ke atas lagi, ke bawah lagi. Dan sudahlah, ditutup saja, daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Hihihi..

Emang apaan beamforming? Eh, Bukannya saya sudah janji untuk tidak menuliskan tentang hal-hal kayak gituan di sini, Hmm.. ini nih gambarnya:

dari EETimes

Tapi saya tidak akan menjelaskannya secara detail. Ini semacam ilmu gaib, karena kenyataannya pola radiasi warna biru muda pada gambar di atas tidak bisa dilihat secara kasat mata. Beamforming ini hanya salah satu ilmu gaib yang ada di wireless telecommunication.

Baiklah, setelah dipikir-pikir, mungkin bisa loh beamforming ini diterapkan dalam hidup kita. Keren ya kalau kita bisa menyampaikan sesuatu dengan efisien dan tepat sasaran. Kita tahu “posisi” orang yang kita ajak berkomunikasi sehingga kita bisa memilih kata-kata yang pas supaya dia bisa memahami apa yang kita sampaikan dengan ilmu yang dia miliki, berbobot dan mengena. Tanpa perlu berteriak-teriak, tanpa perlu berbusa-busa, tidak perlu capek-capek dan buang-buang energi. Efektif, efisien dan tepat sasaran. Namun, untuk bisa keren seperti itu, pastinya kita harus mempunyai kemampuan mengolah kata-kata yang baik dan benar, mempunyai banyak pengetahuan dan pemahaman beberapa cabang ilmu. Walaupun kadang masing-masing cabang ilmu itu saling bersinggungan dalam melihat suatu masalah. Tapi tak apa, bisa diminimalisir. Dan satu lagi yang tidak kalah keren, ketika di keramaian pun, kita punya kekuatan untuk mengontrol besarnya volume, memberikan porsi yang pas sehingga orang yang kita ajak berkomunikasi bisa mendengar dengan baik. Begitulah beamforming versi lebay menurut pendapat saya.

Ah, saya baru bisa nulis aja, nyatanya saya masih berusaha mengimplementasikan beamforming ini pada diri saya. Terakhir, saya bingung mau ngasih judul apa, terlalu horor kalau judulnya “Beamforming”. Hmm.., judulnya “Kangen Aja”. Emang ada hubungannya? entahlah. 🙂

12 thoughts on “Kangen Aja

Add yours

  1. wah kangen sama beamforming ris? mantabs….

    btw kalau kita mempunyai kemampuan seperti itu, mengarahkan beam suara kita ke orang yang kita mau saja. Industri telekomunikasi ndak jalan ris. ha ha… dan orang cenderung males bergerak (kurang olahraga). Ah dari sini saja, saya arahkan beam suara saya ke orang yang berjarak 10 km.

    1. Hahaha…bahkan ini lebih lebay dari itu mas, ini tentang pengaruh. beam itu bisa dikatakan sebagai pengaruh juga kan? bagaimana kita membuat kata-kata berbobot sehingga bisa mempengaruhi orang lain, efektif, efisien, dan mengena…makin lebay..

  2. TAku juga ttg beamforming, tp spherical beamforming… boleh baca TAnya g? masih bingung pengertian beamforming secara ilmiah
    oiya salam kenal 🙂

    1. oalah, ternyata mbaknya e44 to, aku e48 mbak. mbaknya dulu bimbingannya bu endang kah? TAku deteksi sumber noise bawah air pake mic array, yang diukur daya sinyalnya, krn pengukuran near-field, jadi sinyalnya spherical, jadinya pake spherical beam-forming

  3. iya mbak, soalnya metode yang paling bagus buat microphone array memang Beam-forming. Masih bab 2 mbak, belum bikin listing matlabnya. do’ain y mbak biar lulus + nilai bagus.

Leave a reply to ririsnovie Cancel reply

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑